Tentang Kami

Latar Belakang Pendirian

Sejarah membuktikan bahwa keberhasilan TNI Angkatan Darat dalam mengemban tugas mengawal negara ini tidak pernah terlepas dari kerjasama antara TNI dan rakyat. Dengan kata lain, TNI senantiasa berusaha untuk menjadi yang terdepan dalam memahami kehendak rakyat.

Sejak awal didirikan, TNI telah menghadapi situasi serba sulit. Kelengkapan yang diperlukan untuk mengemban tugas ketentaraan tidak pernah bisa mencukupi kebutuhan yang memadahi, karena anggaran yang tersedia sangat terbatas. Sebagai ilustrasi betapa minimnya anggaran belanja untuk tentara dapat kita lihat data berikut ini: pada tahun 1950, 1,5 miliar rupiah; pada tahun 1952, 3,5 miliar rupiah; dan pada tahun 1954, 5,5 miliar rupiah. Pada bidang lain, kita mengetahui bahwa pendapatan negara sangat menurun sekali sampai belasan miliar rupiah, ditambah lagi dengan nilai rupiah yang semakin hari makin merosot. Anggaran yang disediakan untuk tentara, praktis hanya cukup untuk membiayai atase militer dan perjalanan ke luar negeri. Akibat dari kurangnya anggaran yang tersedia itu, maka pembelian alat-alat yang sederhana sekalipun untuk ketentaraan tidak memungkinkan lagi.

Kondisi tersebut tentunya berpengaruh pada bidang lain, utamanya kesejahteraan prajurit diantaranya tempat tinggal. Asrama semakin terasa sekali kekurangannya, lebih dari setengah tentara tidak berasrama. Padahal peningkatan kenaikan kebutuhan asrama sangatlah mendesak seiring semakin bertambahnya jumlah keluarga tentara. Meningkatnya jumlah keluarga tentara membuat semakin tidak dapat mendekati kebutuhan pemondokan dan perawatan keluarga tentara, karena kemampuan membangun 'asrama' semakin jauh, seperti anggaran belanja yang jauh tidak mencukupi.

Namun demikian, dalam mengemban tugas perjuangan menjaga kedaulatan negara, TNI sangat beruntung karena menyatunya TNI dengan Rakyat untuk saling bahu membahu dalam membentengi negara dari berbagai ancaman. Meski rakyat demikian tulus dalam mendukung, TNI pada akhirnya tidak bisa terus menerus membebani rakyat. Oleh karena itu, dalam memenuhi panggilan tugasnya, para komandan pasukan harus berupaya untuk mendanai operasi secara swadaya dan meningkatkan kesejahteraan prajuritnya dengan memainkan peran di bidang ekonomi.

Peranan TNI di bidang ekonomi ini dimulai pada masa 'darurat', di mana beberapa prajurit pada masa demokrasi parlementer (1949-1959) mendapatkan tugas untuk mengambil alih (nasionalisasi) perusahaan asing (Belanda). Penugaskaryaan ini dalam rangka pengamanan terhadap usaha penguasaan perusahaan negara dari penguasaan PKI. Untuk melawan SOBSI, Pimpinan Angkatan Darat Jenderal Achmad Yani mendukung keberadaan Sentral Organisasi Kekaryaan Swadiri Indonesia (SOKSI) yang dipimpin oleh Mayor Suhardiman. SOKSI terutama dimaksudkan untuk meredam segala kegiatan PKI melalui SOBSI-nya.

Dalam perkembangannya, para perwira Angkatan Darat banyak ditugaskan di berbagai sektor usaha negara yang dianggap akan dapat memenuhi kebutuhan, baik di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti Permina (Pertamina sekarang), Badan Urusan Logistik (Bulog), dll., yang semuanya bermuara pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit.

Dalam tingkatan yang berbeda, kondisi ini juga terjadi setelah Indonesia bangkit untuk membangun negeri melalui Pembangunan Jangka Panjang. Memang benar bahwa pemerintah mempunyai anggaran untuk kegiatan operasional militer maupun kesejahteraan prajurit, namun demikian jumlah yang disediakan dirasa tidak pernah mencukupi kebutuhan yang memadai. Karenanya, pimpinan TNI Angkatan Darat merasa perlu mendirikan suatu institusi guna memenuhi kebutuhan tersebut.